Emosi Menciptakan Memori yang Kuat

By: Safa'a Senin, 20 Juni 2011


Respons emosional dapat dipicu baik oleh kejadian positif ataupun kejadian negatif. Dalam suatu jenis pengalaman yang membangkitkan emosi, otak mengambil keuntungan dari reaksi "serang atau lari" yang membanjiri sel-sel kita dengan dua hormon stress yang kuat yaitu adrenalin dan noradrenalin.


Otak memanfaatkan bahan-bahan (zat-zat) kimia yang dilepaskan selama stress dan emosi-emosi yang kuat untuk mengatur kekuatan penyimpanan memori.

Hormon-hormon stress tersebut merangsang reaksi-reaksi fisik yaitu detak jantung lebih cepat dan peregangan otot. Tapi, hormon-hormon itu juga menanamkan citra-citra sangat kuat dalam sel-sel otak.

Para peneliti dari Universitas California yaitu James McGaugh dan Larry Cahill melakukan studi penting yang menunjukkan bagaimana emosi berkaitan dengan peningkatan dan penguatan memori dan kemampuan belajar.

Dalam studi tersebut, dua kelompok peserta diberi suatu zat yang menghambat pengaruh adrenalin dan noradrenalin. Kemudian diperlihatkan kepada mereka 12 slide yang menggambarkan adegan-adegan seorang anak laki-laki yang sedang menyeberang jalan bersama ibunya. Lalu bertemu ayahnya di rumah sakit.

Kepada kelompok pertama diceritakan kisah biasa yang berhubungan dengan gambar-gambar itu. Anak laki-laki bersama ibunya mengunjungi ayahnya yang ahli bedah. Kepada kelompok kedua diperdengarkan sebuah kisah kecelakaan yang dramatis dan ramai. Anak laki-laki itu tertabrak mobil dan seorang ahli bedah berusaha menyambungkan kembali tulang kakinya yang patah.

Dua minggu kemudian, para peserta diberi tes memori yang mengejutkan. Kelompok pertama ternyata memiliki ingatan yang buruk tentang isi ke-12 slide tersebut. Sedangkan kelompok kedua mengingat slide-slide itu dengan lebih baik.

Dalam tes lainnya, para psikolog meminta sejumlah sukarelawan untuk mendengarkan suatu daftar kata-kata, termasuk beberapa kata yang bermuatan emosi seperti payudara, mayat, dan pemerkosa. Para partisipan mengingat kata-kata yang 'emosional' lebih baik daripada kata-kata yang netral. Dalam pengertian lebih luas, mereka juga mengingat lebih baik suara mana yang telah mengucapkan kata itu. Indikasi jelas dari kesadaran yang lebih baik akan peristiwa-peristiwa terkait.

Professor pendidikan dari Universitas Oregon, Robert Sylwester mengemukakan bahwa emosi sangat penting bagi proses pendidikan karena emosi menarik dan mendorong perhatian, yang mendorong proses belajar dan penguatan memori. Jangan pernah memisahkan emosi dari aktivitas-aktivitas penting kehidupan karena sama dengan memisahkan dua sisi mata uang.

Mengapa peran emosi sangat penting dalam pembelajaran dan pendidikan? * Lebih banyak persambungan saraf yang berjalan dari pusat emosional limbik ke korteks intelektual ketimbang sebaliknya. Maka faktor emosi lebih kuat mempengaruhi perilaku kita daripada logika. * Sistem limbik / emosional bekerja layaknya sebuah saklar yang mengirimkan informasi yang masuk dari panca indra ke bagian korteks yang berpikir. Namun ada suatu jalan pintas yang mengirimkan informasi bermuatan emosi yang mungkin bisa mengancam, bukan 'ke atas' untuk analisis, melainkan langsung 'ke bawah' menuju bagian-bagian otak yang lebih primitif untuk sebuah reaksi 'isi perut'.

Hal tersebut menjelaskan mengapa situasi-situasi yang sebelumnya menyebabkan rasa sakit atau rasa takut dapat menyebabkan reaksi sentakan kaki yang keras dan refleks.
Sekilas melihat benda melingkar yang tampak seperti seekor ular, kemungkinan besar anda akan bereaksi secara refleks.
Sekalipun jika diselidiki lebih seksama, benda itu ternyata hanya seutas tali rami yang tidak berbahaya. Tapi proses yang sama bisa saja terjadi, contohnya ketika anda 'belajar'
merasa takut pada soal-soal matematika.

Itulah sebabnya mengapa begitu penting bahwa anda sebagai pembelajar, belajar bagaimana mengendalikan dan menguasai keadaan pikiran, dan bagaimana mengajar anak-anak anda tentang bagaimana mengetahui, mengenal, dan mengendalikan emosi harus menjadi bagian dari pembelajaran di rumah masing- masing.

Otak kita sangat bagus dalam mengenali dan bereaksi cepat terhadap bahaya yang datangnya tiba-tiba. Tapi otak kita tidak cukup baik untuk mengenali bahaya yang disebabkan oleh perubahan bertahap. Otak tidak punya sentuhan kesegeraan dan karenanya tidak memicu reaksi yang kuat.

Karena itulah mengapa kita sulit memotivasi diri untuk mengatasi ancaman-ancaman yang berjalan lambat seperti sumber daya yang merosot, pencemaran, kekumuhan perkotaan, kelebihan penduduk, bahkan kehilangan pekerjaan skala besar. Masalah- masalah tersebut terlalu lambat untuk dapat diidentifikasi dan dicatat sebagai ancaman bagi kehidupan.

Anda dan kita semua harus menemukan cara untuk menjadikan masalah itu urgen jika kita hendak memotivasi cukup banyak orang untuk mengambil tindakan kolektif dalam rangka memecahkannya. Kita harus menjadikan masalah tersebut 'bagian dari kehidupan' anak-anak kita karena generasi merekalah yang akan hidup dan merasakan akibat-akibatnya.

0 komentar

Posting Komentar

Artikel Populer